Jumat, 25 Juli 2008

Pemakaian Bahasa Indonesia

Tertarik pada ulasan bahasa dengan judul "Kalimat Berbohong" di Harian Media Indonesia hari ini tanggal 26 Agustus 2008, menurut hemat saya banyak orang memakai bahasa Indonesia (baku?) dewasa ini, yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku. Kalau kita sungguh-sungguh memperhatikan pemakaian bahasa yang baik dan benar, akan ditemukan beberapa kesalahan lain, karena salah mengartikan makna dari kata yang diucapkan, misalnya saja kata aku dan kata saya. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS Poerwadarmina aku adalah 1 kata ganti orang pertama, biasanya dipakai dalam percakapan yang akrab, seperti orang tua kepada anaknya, dan sebagainya, dan dipakai juga dalam doa; 2 diri sendiri. Sedangkan saya 1 pengganti orang kesatu yang lebih takzim daripada aku; mis. - belum mengerti; 2 ya; mis: -, tuan. Sungguh pun arti kedua kata itu sama, yaitu kata ganti orang pertama, kata-kata itu jelas berbeda derajat pemakaiannya. Sekurang-kurangnya dalam percakapan resmi dan percakapan di muka umum, sebaiknya tidak mengabaikan masalah ketakziman yang terkandung dalam kata-kata itu. Selain dari itu, terdapat pengertian yang keliru mengenai kata suatu dan beberapa, yang mengandung arti tunggal dan jamak dari objek yang dibicarakan. Kembali kepada WJS Poerwadarminta suatu berarti satu; hanya satu. Dan beberapa untuk menyatakan bilangan yang kurang tentu (boleh banyak boleh sedikit); mis: - orang; - tahun; berapa. Sering terdengar orang mengucapkan, misalnya: sesuatu pemikiran-pemikiran atau beberapa soal-soal. Dari cukilan diatas, dapatlah dipahami, bahwa seharusnya dikatakan sesuatu pemikiran, bukan sesuatu pemikiran-pemikiran, atau beberapa soal, bukan beberapa soal-soal. Banyak hal-hal lain yang dapat dijadikan contoh-contoh tentang kesalahan pemakaian Bahasa Indonesia. Karena itu sudah waktunya kalau badan-badan yang mempunyai otoritas, memberikan perhatian dan berusaha meluruskan pemakaian BahasaIndonesia yang baik dan benar, lisan maupun tertulis. Tanpa adanya usaha yang sungguh-sungguh, pemakaian dan pemahaman Bahasa Indonesia akan semakin kacau.

Kamis, 24 Juli 2008

Memilih pemimpin

Memilih adalah suatu pekerjaan yang penting dalam kehidupan manusia, karena akan menentukan masa depan yang bersangkutan. Demikian juga dengan memilih seorang pemimpin negara. Yang perlu ditetapkan adalah kriteria untuk dapat dipilih menjadi pemimpin. Kalau pilihan terbatas pada calon-calon pemimpin yang tua dan yang muda, maka harus disadari bahwa seorang pemimpin yang tua lebih berpengalaman, walaupun masih harus dilihat apakah visi untuk mencapai keadilan. keamanan, dan kesejahteraan bangsa dan negara dilaksanakan dengan konsisten dan cukup berhasil seperti yang direncanakan dan diharapkan, kredibilitas, dan last but not least ketauladanan berdasarkan moral dan etika yang terpantau. Demikian pula jika pemimpin itu dari golongan muda, yang umumnya lebih kreatif dan dinamis, dan dianggap mempunyai kemauan dan kemampuan mengabdi untuk nusa dan bangsa. Jadi tedapat kelebihan dan kekurangan dari kedua calon pemimpin yang akan dipilih. Disamping itu kejelian para pemilih meneliti kriteria yang harus dipenuhi kedua golongan calon pemimpin itu akan menentukan tingkat ketepatan pilihan yang dilakukan. Kalau kinerja dari calon yang tua sudah dapat dinilai pada waktu pilihan dilakukan, kinerja calon yang muda masih harus menunggu hasil pekerjaannya. Jadi sebetulnya tidak ada perbedaan yang mencolok, apakah calon pemimpin itu sudah berumur atau masih muda, yang pokok dan penting dipertimbangkan dengan objektip dan rasional oleh pemilih adalah bahwa yang terpilih memenuhi kriteria yang ditentukan semula. dan berdasarkan penilain pemilih, yang terpilih akan berhasil dalam tugasnya. Kesalahan memilih mungkin saja terjadi, tetapi pilihan adalah pilihan yang menuntut pertimbangan-pertimbangan menyeluruh berdasarkan akal sehat.

Pengawasan

Menurut pendapat saya.yang namanya pengawasan tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi yang harus dijalankan oleh seseorang yang menjadi atasan dari suatu unit, sekecil apapun dalam satu organisasi. Pengawasan adalah satu dari sekian banyak fungsi seseorang yang mempunyai bawahan, yang luasnya tergantung letak dari hierarkis dalam organisasi. Jadi, pengawasan yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan tertinggi jauh lebih luas dan berbeda sifatnya dari seorang kepala seksi dalam organisasi yang sama. Sesungguhnya pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan unit-unit dibawah pimpinan tertinggi adalah tugas yang didelegasikan, dan masing-masing bertanggung-jawab kepada atasan langsungnya. Pengawasan itu MELEKAT pada jabatan yang diembannya, tidak seperti pendapat yang mengatakan, bahwa pengawasan melekat itu tertuju kepada dirinya sendiri. Mungkin yang dimakudkan adalah penguasaan diri, yang berhubungan langsung dengan kemampuan dan sikap moral yang bersangkutan. Hal ini menentukan tingkat kepercayaan yang dapat diberikan kepada yang bersangkutan, kepercayaan tentang kejujurannya dan kepercayaan tentang kemampuannya melaksanakan tugas yang diembannya. Juga pengawasan, seperti yang pernah saya dengar, akan dijalankan sesudah diterima laporan penyimpangan atau pelanggaran sesuatu yang telah ditetapkan lebih dahulu. Tentang pendapat ini, saya pikir kita sudah memasuki tahap berikutnya dari pengawasan yang harus dilakukan. Pengawasan adalah sesuatu fungsi untuk menjaga ketertiban penyelenggaraan, menentukan langkah-langkah untuk koreksi atau perbaikan dari kebijaksanaan, sistem, dan prosedur, kalau terjadi perubahan-perubahan yang berpengaruh terhadap hasil yang direncanakan semula, dan pada akhirnya menetapkan langkah-langkah dan tindakan-tindakan preventip maupun represip terhadap pelaku-pelaku penyimpangan dan/atau pelanggaran, untuk meluruskan jalan usaha. Jadi fungsi pengawasan adalah fungsi yang harus dijalankan oleh setiap pimpinan unit, mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah, dan bersifat proaktif terhadap segala sesuatu yang dapat mempengaruhi atau berpengaruh terhadap target organisasi yang direncanakan.