Rabu, 22 Oktober 2008

Wibawa hukum

Kepada Djoko Sarwoko, Ketua Muda Bidang Pengawasan MA.
Pada wawancara pagi ini pada TV One tentang peristiwa pembunuhan di ruangan PN, Anda a.l. mengatakan bahwa wibawa hukum adalah diatas wibawa penegak hukum. Pertanyaannya adalah: pernahkah Anda mendengar peribahasa yang berbunyi: "the man behind the gun", yang bermakna, bahwa manusialah yang mengendalikan peralatan. Bagaimana pun canggihnya peralatan, kalau manusia yang memakainya tidak kompeten, sia-sia saja kecanggihan alat itu. Kiranya Anda sebagai penegak hukum dapat memberikan penjelasan lebih lanjut tentang ucapan Anda itu. Terima kasih.

Jumat, 10 Oktober 2008

politik (politics)

Merujuk kepada blog kemarin mengenai politikus busuk, ada baiknya ditelaah apa yang dimaksudkan dengan politik, atau dalam bahasa Inggeris "politics". Merujuk kembali kamus AS Hornby, politics: the science or art of government; political views, affairs, questions, etc. Sedangkan political adalah 1 of the State; of government; of public affairs in general; 2 of politics. Dengan demikian seorang politikus tidak terlepas dari hal pandangan, hal ihwal, pertanyaan-pertanyaan, dan sebagainya yang berhubungan dangan ilmu dan seni pemerintahan.

Disamping itu politik didasarkan pada idealisme, yaitu usaha untuk hidup menurut cita-cita, suatu patokan atau pedoman yang dianggap sempurna, misalnya naionalis, demuokratis, republikein, sosialis, komunis. agama. dan sebagainya.

Partai politik adalah wadah bagi mereka yang mempunyai idealisme yang sama, dan kekuasaan yang diperoleh dengan kendaraan partai politik bersangkutan, adalah untuk merealisasikan suatu pemerintahan dengan dasar idealisme itu. Hal ini menerangkan, bahwa setiap orang yang akan bergabung dengan suatu partai politik harus lebih dulu meyakini, bahwa partai itu berjuang dengan idealisme yang sama dengan yang dianutnya. Tidak semata-mata, karena dengan bergabung dia akan memperoleh kekuasaaan tanpa mempedulikan idealisme. Kutu loncat adalah suatu pencerminan bagaimana orang bersangkutan tidak mempunyai prinsip.

Menjadi tanggunjawab dari pimpinan partai politik untuk lebih dahulu meneliti dengan seksama seseorang yang akan diterima dan diangkat sebagai kader partai. Dia harus mempunyai nilai-nilai sedemikian, sehingga tidak akan menjatuhkan citra partai karena pemaknaan yang menyimpang dari partai politik sebagai wadah untuk memperjuangkan suatu pemerintahan atas dasar idealisme partai itu.

NKRI adalah negara kesatuan yang Bhineka Tunggal Ika dengan ideologi Pancasila sebagai yang tertera dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur dengan keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, serta berkedaulatan rakyat. Untuk itu dibentuk Undang-Undang Dasar Negara dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusjawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tidak ada tempat di negara ini buat perseorangan atau kelompok yang ingin berkuasa dengan mengabaikan, tidak peduli, dan meninggalkan cita-cita ini.

Kamis, 09 Oktober 2008

Politikus busuk

Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English by AS Hornby mengatakan: politician: person taking part in politics or much interested in politics; (in a bad sense) person who follows politics as a career, regardless of principle. Jadi POLITIKUS BUSUK adalah orang yang berkecimpung dalam politik, sebagai karier tanpa prinsip.

Statesman: person taking part in the management of State affairs: disinterested political leader. Statesmanship: skill and wisdom in managing public affairs. NEGARAWAN adalan politikus yang tidak tertarik memimpin perpolitikan, mengambil bagian dan mempunyai keahlian dan kearifan dalam mengelola hal-ihwal kenegaraan.

Politikus busuk lahir karena pilihan pribadi. Yang bersangkutan melihat dan meyakini. bahwa memasuki kancah politik sebagai karier mendatangkan manfaat bagi dirinya, tanpa memerlukan suatu prinsip. Penetapan nomor urut dalam penentuan calon anggota legislatif dilakukan oleh pimpinan partai politik bersangkutan, yang tentunya didasarkan pada kriteria tertentu. Sampai saat ini tidak diketahui apa kriteria yang dipakai. Yang jelas adalah jika perolehan suara tidak mencapai angka pembagi, terlepas dari berapa jumlah suara yang diperoleh, nomor urutlah yang menentukan caleg bersangkutan terpilih. Sistem ini memberi peluang bagi mereka yang mempunyai alat (umumnya harta kekayaan) dan kesempatan serta diperkenankan memasuki panggung politik, dan antara lain menjadi penyebab kelahiran politikus busuk. Jadi sebagian besar pimpinan partai politik dewasa ini harus bertanggungjawab atas banyaknya politikus busuk yang berkeliaran dan berperan aktif di negara ini.

Negarawan, politikus yang mempunyai keahlian dan kearifan mengelola negara, tidak memerlukan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok yang membesarkannya, tetapi terpanggil untuk mengabdi dan berbakti kepada negara dan bangsanya. Tokoh seperti inilah yang dibutuhkan, bukan POLITIKUS-POLITIKUS BUSUK, yang memnetingkan diri sendiri dan golongannya, pecundang-pecundang dan petualang-petualang yang merugikan bangsa dan negara.

Selasa, 07 Oktober 2008

Tanggapan secara transparan

Menyimak antara lain Kabaret Gado-gado Politik pada tayangan di Metro TV, timbul pertanyaan tentang kebenaran informasi-informasi yang diberikan. Masyarakat perlu mendapat tanggapan Pemerintah tentang kebenaran informasi itu, karena masalah yang dikemukakan umumnya menyangkut kepentingan umum, yang menjadi tugas dan kewajiban Pemerintah. Tanggapan dalam bentuk penjelasan secara transparan dan mudah dimengerti oleh masyarakat umum akan dapat mencapai pengertian yang baik, yang antara lain berkaitan dengan kredibilitas Pemerintah dan kepercayaan masyarakat kepada orang-orang yang dipercayakannya mengurus negeri ini. Pada akhirnya rakyat memerlukan dan sangat mengharapkan hasil nyata yang berguna dan dinikmati oleh masyarakat umum, bukan keterangan-keterangan bernuansa membela diri, apalagi hanya retorika semata.

Selasa, 16 September 2008

Manusia biasa

Apabila seorang, karena kedudukan atau jabatannya, berbuat kekeliruan atau kesalahan, dikatakan bahwa di adalah seorang manusia biasa. Seolah-olah kekeliruan atau kesalahan yang dilakukannya, dapat dimaklumi dan / atau dimaafkan. Diketahui, bahwa manusia: 1) makhluk ciptaan Tuhan, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, dsb. Jelaslah, bahwa manusia itu tidak berbeda dengan manusia lain; 2) berakal budi (sebagai lawan binatang). Fakta ini menunjukkan, bahwa manusia itu, berbeda dengan hewan, sangat dipengaruhi oleh akalnya; 3) bersifat salah. Tidak ada manusia yang sempurna, dan karena itu dia dapat saja berbuat keliru atau salah; 4) mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menguasai satu atau lebih bidang dengan baik atau kurang menurut takaran yang dikehendaki; 5) mempunyai sifat atau dasar watak. Sesuatu yang disenangi atau tidak disenangi oleh lingkungan dimana dia berada; dan 6) mempunyai sikap dalam berbuat, berpikir, dsb. berdasar sifat / pendirian (pendapat atau keyakinan). Dengan memperhatikan dan memahami tersebut pada butir-butir diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa adalah terlalu mengada-ada dan menyederhanakan persoalan dengan mengatakan pelaku kekeliruan atau kesalahan itu adalah karena dia juga manusia. Kiranya untuk persoalan ini dapat dipakai sebagai rujukan Bab VI tentang Pemimpin dengan segala persoalannya, dari hal 159 sampai dengan hal. 168, Buku Rangkaian Adat Basandi Syarak di Minangkabau, karangan H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu, yang mengupas soal penghulu dan pemangku adat di Minangkabau, tentang tugas, tanggung-jawab, sifat, sikap, dan pengetahuan "penghulu" (dapat disamakan dengan Presiden) dan "pemangku adat" (seluruh staf pembantu Presiden, termasuk bidang judikatip). Moga-moga dengan rujukan ini terbukalah mata hati setiap orang, terutama yang berambisi menduduki suatu jabatan penyelenggara negara ini, memakai akal untuk bertobat dan memusatkan perhatian mereka kepada keberhasilan seluruh usaha yang berada dalam domein tugas dan tanggung-jawab masing-masing

Minggu, 14 September 2008

Oknum dan pengawasan

Kalau terjadi suatu pelanggaran atau penyalahgunaan dalam memakai kewenangan, yang bisanya dijadikan kambing hitam adalah "oknum". Apakah sebetulnya oknum itu? Mungkinkah orang yang tidak terlibat atau berada dalam lingkungan wilayah kejadian itu, melakukan hal-hal yang tidak berhubungan dengan lingkungan itu. Misalnya: mungkinkah seorang yang bukan pegawai kantor pajak berbuat sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan? Atau mungkinkah seorang yang bukan anggota Polisi menindak pelanggar lalu-lintas?
Suatu aspek lain, adalah fungsi pengawasan, yang menjadi tugas dan kewajiban setiap unsur pimpinan. Bagaimana pun juga pelanggaran atau penyalahgunaan yang dicontohkan diatas, adalah akibat dari tidak ada atau lemahnya pelaksanaan fungsi pengawasan oleh atasan. Adilkah kalau pelaku pelanggaran / penyelahgunaan itu saja harus dikenakan sanksi, sedangkan yang berkewajiban mengawasi pelaksanaan tugas "oknum" bersangkutan dapat berlenggang kangkung bebas dari ketidak-becusannya sebagai atasan?
Kata oknum ini dipakai untuk semua lapisan yang mempunyai kewenangan, yang melanggar atau menyalahgunakan kewenangan, mulai dari kasir, pegawai pajak, dan sebagainya, sampai kepada mereka yang menandatangani suatu izin resmi dalam wilayah kekuasaan instasi bersangkutan. Jadi dari seorang pegawai kecil sampai pada pejabat tertinggi dalam instansi itu. Yang tidak pernah mereka lupakan dalam melakukan pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan itu, adalah menonjolkan atribut-atribut instansi dimana mereka bernaung. Apakah logis HANYA pelanggar dan / atau penyalahguna kewenangan seperti dicontohkan diatas, supaya lolos dari jeratan hukum yang berlaku? Suatu masalah untuk direnungkan demi keadilan.

The man behind the gun

Pemeo ini sudah begitu lancar dilafazkan oleh hampir semua pihak, tetapi kenyataan sehari-hari memperlihatkan, bahwa sedikit sekali orang yang berusaha untuk menciptakannya dalam dunia nyata. Persoalan yang disinggung sebenarnya cukup sederhana, yaitu: berhasil tidaknya suatu usaha sangat tergantung dari orang yang mengendalikannya. Seperti di zaman komputerisasi ini, betapa canggihnya hardware yang dipakai, betapa sophisticated software yang terpasang, tetapi hasil akan sangat tergantung kepada manware yang mempergunakanya, terutama penanggungjawab dari proses yang dilakukan. Kenapa hal ini tidak berlaku di NKRI yang sudah 63 tahun merdeka ini, yang dikatakan negara yang mempunyai sumber alam, sumber daya manusia, dan kekayaan yang melimpah ruah? Mengapa seperti tidak ada gerakan menunju perbaikan dalam mencapai kesejahteraan, pencerdasan, dan perberadaban yang berkeadilan? Mengapa seolah-olah negara ini milik segelintir orang yang berkuasa dan orang yang mempunyai harta, sedangkan sebagian besar rakyat dibiarkan tetap menderita dalam kemiskinan, kebodohan, dan diperlakukan semau-maunya? Tidak seperti Tiongkok, yang lebih kurang 20 tahun yang lalu, rakyat belum mengenal apa yang dinamakan walkman, tetapi sekarang sudah merambah kemana-mana dengan teknik dan poduksi yang canggih. Demikian juga dengan Vietnam, Thailand, dan beberapa negara lain, yang di tahun 1997 bersama-sama dengan Indonesia dilanda resesi, tetapi sekarang sudah pulih kembali, sedangkan Indoneisa masih terseok-seok menghadapi pengangguran, kekurangan lapangan kerja, ketiadaan penegakan hukum, perekonomian yang semrawut, dan sebagainya. Jawabannya sederhana sekali, yaitu NKRI masih menunggu tokoh-tokoh pemimpin yang betul-betul terpanggil untuk mengisi kemerdekaan, yang diproklamirkan 63 tahun yang lalu. Bukan orang-orang, yang hanya mempunyai kemauan dan kemampuan mencari takhta, harta dan wanita untuk kejayaan kelompok dan pribadi masing-masing. Moga-moga kita mendapatkan tokoh-tokoh dimaksud dalam waktu secepatnya, bila mungkin pada tahun 2009 yang akan datang. Karena itu hati-hatilah menjatuhkan pilihan. Jangan sampai terjebak oleh janji-janji atau money-politics.