Minggu, 14 September 2008

Oknum dan pengawasan

Kalau terjadi suatu pelanggaran atau penyalahgunaan dalam memakai kewenangan, yang bisanya dijadikan kambing hitam adalah "oknum". Apakah sebetulnya oknum itu? Mungkinkah orang yang tidak terlibat atau berada dalam lingkungan wilayah kejadian itu, melakukan hal-hal yang tidak berhubungan dengan lingkungan itu. Misalnya: mungkinkah seorang yang bukan pegawai kantor pajak berbuat sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan? Atau mungkinkah seorang yang bukan anggota Polisi menindak pelanggar lalu-lintas?
Suatu aspek lain, adalah fungsi pengawasan, yang menjadi tugas dan kewajiban setiap unsur pimpinan. Bagaimana pun juga pelanggaran atau penyalahgunaan yang dicontohkan diatas, adalah akibat dari tidak ada atau lemahnya pelaksanaan fungsi pengawasan oleh atasan. Adilkah kalau pelaku pelanggaran / penyelahgunaan itu saja harus dikenakan sanksi, sedangkan yang berkewajiban mengawasi pelaksanaan tugas "oknum" bersangkutan dapat berlenggang kangkung bebas dari ketidak-becusannya sebagai atasan?
Kata oknum ini dipakai untuk semua lapisan yang mempunyai kewenangan, yang melanggar atau menyalahgunakan kewenangan, mulai dari kasir, pegawai pajak, dan sebagainya, sampai kepada mereka yang menandatangani suatu izin resmi dalam wilayah kekuasaan instasi bersangkutan. Jadi dari seorang pegawai kecil sampai pada pejabat tertinggi dalam instansi itu. Yang tidak pernah mereka lupakan dalam melakukan pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan itu, adalah menonjolkan atribut-atribut instansi dimana mereka bernaung. Apakah logis HANYA pelanggar dan / atau penyalahguna kewenangan seperti dicontohkan diatas, supaya lolos dari jeratan hukum yang berlaku? Suatu masalah untuk direnungkan demi keadilan.

Tidak ada komentar: